pulau tello sibaranun

Pulau kecil yang kaya akan pesona yang indah dan tempat-tempat menarik buat snorkeling dan ombak-ombak besar buat surfing di Sumatera Utara pulau tello sibaranun. Pulau Tello berada dalam wilayah kecataman Nias Selatan. Untuk mencapai pulau ini ditempuh dengan kapal boat atau ferry dari Pelabuhan Nias Selatan dengan membayar tiket kapal seharga Rp 100.000. Jika kamu mabuk laut atau ingin segera tiba ke Pulau Tello tanpa harus kecipratan air laut jika naik boat, tersedia pesawat yang akan menerbangkan kamu dari Bandara Binaka, Nias.


Jalur udara lain yang memiliki rute ke pulau ini adalah Bandara Ketaping, Padang, dengan harga tiket mulai dari sekitar tiga ratus ribu rupiah per orang. Buat yang berangkat dari bandara Soekarno Hatta Jakarta atau bandara lain di Idonesia, kamu bisa cari dan bandingkan tiket Lion Air atau Sriwijaya Air dari Jakarta ke Padang pakai Skyscanner untuk dapat yang termurah.


Pulau kecil yang berada di Samudra Hindia ini memiliki keindahan alam yang membuatnya selalu masuk dalam destinasi traveling para wisatawan luar negeri, khususnya para surfer. Karena pada bulan-bulan tertentu, saat ombak sedang tinggi, Pulau Tello akan ramai sekali dikunjungi. Seperti pantai-pantai di pulau-pulau kecil lainnya di Indonesia, pantai-pantai di Pulau Tello juga memiliki karakteristik yang sama. Ekspresi orang yang pertama kali melihatnya pasti akan mengatakan indah, memukau, atau keren banget dan puji-puji bernada serupa lainnya ketika melihat pantai pasir putih yang landai dan birunya laut.

Tidak hanya pantai, alam bawah lautnya juga sangat menarik untuk diselami. Beberapa spot snorkeling terdapat di sekitar pantai di pulau ini. Agar menghemat waktu, carilah penginapan yang berada dekat dengan spot snorkeling. Jadi sebelum kamu booking kamar, sebaiknya cari tau dulu apakah spot snorkelingnya berada dekat dengan penginapan. Kepulauan Nias memang benar-benar surganya para surfer. Setelah pantai Soroake, Lagundri, Pulau Tello, ternyata Pulau Sibaranun pun punya ombak yang membuat penasaran para surfer untuk ditaklukkan. Pulau ini hanya 45 menit dari Pulau Tello dengan menggunakan perahu/boat nelayan.

Uniknya Tradisi Suku Nias

Uniknya Tradisi Suku  Nias

Suku Nias adalah sekelompok masyarakat asli yang mendiami gugusan pulau disebelah barat pulau Sumatera yang bernama pulau Nias. Secara kewilayahan pulau Nias saat ini dibawah teritorial Provinsi Sumatera Utara. Warga Suku Nias masih memelihara kebudayaan dan adat warisan nenek moyang. Dalam suku ini diberlakukan peraturan atau hukum secara umum yang disebut juga dengan nama fondrako. Dimana fondrako ini lah yang mengatur seluruh aspek kehidupan suku Nias dari hidup sampai mati. Dalam tata kehidupan bermasyarakat, Suku Nias juga mengenal sistem kasta (tingkatan). Masyarakat Nias dibagi menjadi 12 kasta. Yang tertinggi disebut Balugu. Untuk mencapai tingkatan Balugu ini, seseorang harus mampu mengadakan pesta besar-besaran dengan mengundang banyak orang serta menyembelih ribuan hewan ternak, terutama babi.


Tradisi upacara unik yang diadakan setiap waktunya. 

 1. Fahombo atau lompat batu

Tradisi lompat batu atau oleh masyarakat Nias disebut dengan Fahombo merupakan tradisi yang paling terkenal dari suku nias. Awalnya tradisi melompati batu besar ini dilakukan oleh seorang pria untuk membuktikan bahwa dirinya telah matang dan dewasa. Terlebih lagi bagi pria yang berhasil melompati batu setinggi dua meter dan tebal 40 cm tersebut akan didapuk sebagai pembela desa jika saja terjadi konflik dengan desa lain. Namun perlu anda ketahui tradisi ini tidak selalu ada di seluruh penjuru pulau Nias. Hanya ada di beberapa desa saja yang menyelenggarakannya. Tradisi Fahombo hanya boleh diikuti oleh laki-laki saja mengingat upacara ini membutuhkan kekuatan, kelincahan, dan ketangkasan tingkat tinggi khas lelaki jantan. Selain itu resiko upacara ini juga tergolong tinggi mengingat batu yang digunakan adalah batu sungguhan dan tanpa pengaman. Saking bergengsinya upacara ini bagi warga Nias, setiap anak yang mampu melompati batu hanya dalam satu kali lompatan maka itu akan menjadi kebanggaan bagi dirinya sendiri maupun keluarganya. Tak jarang keluarga yang anaknya mampu melakukannya akan dirayakan dengan syukuran menyembelih hewan-hewan ternak. Karena pentingnya gengsi dan kebanggaan yang akan diperoleh, tak heran anak-anak di Nias sudah terbiasa melakukan latihan dari umur 7-12 tahun. Dari mulai menggunakan permainan lompat tali, melompati kayu yang dibentangkan, sampai membuat batu tiruan upacara Fahombo. Latihan ini pun dilakukan bertahap, dari yang awalnya pendek dan semakin lama semakin tinggi menyerupai upacara aslinya. Mereka berlatih dengan penuh semangat demi gelar lelaki jantan yang nantinya akan diraih. Meski begitu, ternyata latihan keras juga tidak menjamin seorang anak akan berhasil melewati upacara Fahombo. Banyak dari mereka yang gagal bahkan ada juga yang sampai mengalami patah tulang karena bagian tubuhnya tersangkut batu lompat ketika melakukan lompatan. Tak jarang anak yang hanya melakukan beberapa kali latihan saja sudah langsung dapat melewati upacara ini. Konon, menurut penduduk setempat keberhasilan seorang anak laki-laki melewati Fahombo dipengaruhi oleh garis keturunan. Jika ayah atau kakeknya dulu adalah pelompat yang handal, maka kemungkinan besar anaknya juga dapat melakukan upacara ini dengan mudah. Sebaliknya, jika kakek atau ayahnya dulu sulit menaklukan Fahombo, maka sang anak terpaksa dituntut untuk latihan lebih keras demi menyelesaikan upacara adat ini. Upacara lompat batu Fahombo ini juga sering dikaitkan dengan hal-hal mistis oleh para penduduk setempat. Menurut mereka, anak yang baru berlatih melompati batu harus meminta izin kepada para roh dahulu, roh para pendahulu mereka yang telah meninggal dan pernah melompati batu tersebut. Hal ini bertujuan agar saat seorang anak melompati batu, tidak terjadi kecelakaan yang diinginkan. Baik saat melompat dan berada diatas batu, maupun saat mendarat. Meski begitu, nyatanya masih ada anak laki-laki yang gagal melewati upacara ini dan berakibat serius pada tulang mereka. Dan alasan mengapa seorang anak yang berhasil melewati upacara ini akan dijadikan prajurit desa adalah karena saat peperangan antar desa atau sedang konflik, para prajurit diharapkan dapat dengan mudah melompat pagar dan benteng-benteng yang telah dibuat di desa-desa tersebut saat dikejar oleh lawan.



2. Foluaya atau Tari Perang

Tari Perang adalah lambang kesatria dari suku Nias. Jadi dahulu saat terjadi perang antar suku, para prajurit suku Nias menjaga daerah mereka masing-masing dengan melakukan semacam ronda malam yang mereka sebut dengan Fana’a. Fana’a ini bertujuan untuk melindungi desa dari musuh yang mengendap-endap di malam hari. Saat terdeteksi ada musuh yang hendak menyerang, para prajurit akan memanggil prajurit lain untuk bersama-sama menyerang musuh. Mereka akan ramai-ramai menyerang dan menangkap musuh yang datang. Setelah musuh itu tertangkap, selanjutnya kepalanya akan dipenggal untuk dipersembahkan kepada Raja. Persembahan ini disebut juga dengan Binu. Lalu Raja akan menyambut prajuritnya dengan penuh suka cita. Para prajurit juga melakukan tarian perang dan berteriak semangat dalam proses persemnahan tersebut. Raja yang merasa senang akan mempersembahkan Rai (mahkota) untuk panglima perang. Tak hanya itu, para prajurit juga diberi emas beku sebagai hadiah telah membunuh musuh. Namun, sekarang tarian ini sudah tidak dilakukan lagi pasca peperangan mengingat sudah tidak ada lagi perang antar suku yang terjadi di Nias. Mereka hanya melakukannya pada hari-hari tertentu, pada saat ada acara besar, atau sedang melakukan penyambutan tamu terhormat.



 3. Tari Moyo

Berbeda dari dua budaya yang telah dijelaskan diatas dimana pelakunya adalah pria, kini ada tarian tradisional yang dilakukan oleh para wanita, bernama Tari Moyo. Tarian ini juga sering disebut juga dengan tari elang karena memang gerakannya mirip elang yang sedang terbang. Tarian ini dilakukan pada saat-saat tertentu di suku nias seperti saat ada acara besar, menyambut tamu, upacara adat, atau pernikahan. Tari Moyo sebenarnya sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Awalnya tarian ini dilakukan di dalam istana untuk menghibur raja. Namun, seiring perkembangan zaman, masyarakat dari berbagai kalangan pun turut mempelajari dan mempraktekkannya hingga sekarang. Dalam praktiknya, Tari Moyo dilakukan oleh wanita berpasang-pasang. Jumlahnya bisa empat atau lebih. Mereka menggunakan pakaian adat khas Nias dan diiringi musik tradisional khas Nias pula. Dalam perkembangannya, Tari Moyo masih terus dilestarikan hingga sekarang. Gerakan, kostum, dan musiknya semakin beragam dan bervariasi. Masyarakat setempat merasa senang melestarikan kebudayaan nenek moyang mereka ini. Mereka sadar sebuah tradisi dan budaya tidak boleh hilang ditelan zaman karena tarian ini juga merupakan satu dari sekian banyak budaya yang dimiliki Nusantara. Itulah tradisi unik yang berasal dari Suku Nias. Tentunya kesenian-kesenian di Nias ini hanya sebagian kecil dari besarnya kekayaan budaya yang dimiliki oleh Indonesia dan mereka masih sangat senang dan rutin melestarikannya. Bagaimana dengan anda? Apakah kesenian-kesenian di daerah anda masih lestari? Tentunya sebagai warga negara yang baik kita tidak boleh meninggalkan setiap tradisi dan budaya. Cintailah budaya Indonesia dengan terus melestarikannya.


 


hombo batu atau lompat batu nias

 Hombo Batu atau Lompat Batu Nias

Mungkin kita tidak lupa dengan gambar lompat batu yang ada di mata uang Rupiah, karena tradisi yang sudah lama dan semakin tersapu zaman ini diabadikan di mata uang negara kita. Kalau orang mendengar yang nama nya Nias, pasti akan terbesit akan budaya lompat batunya. Ya, memang tradisi Hombo Batu ini sangat unik dan memiliki nilai budaya yang tinggi.




Pada zaman dahulu, desa-desa di Nias banyak melakukan peperangan. Karena mereka sering berperang antar desa satu dengan desa desa lainnya, banyak desa yang memasang pagar batu yang tinggi sebagai pertahanan desa mereka. Karena inilah prajurit-prajurit Nias yang boleh pergi berperang diharuskan berlatih untuk melompati batu yang umumnya memiliki tinggi di atas 2 meter. Ini bertujuan untuk memudahkan para prajurit untuk menyerang desa musuh dan bisa langsung melompati tembok pertahanannya.


Hampir setiap desa adat di Nias mempunyai menara batu yang digunakan untuk sarana latihan lompat ini. Karena dahulu, menara batu digunakan untuk pelatihan militer prajurit dan pemuda Nias. Selain itu, tradisi lompat batu saat ini dilakukan oleh seorang pemuda Nias untuk menunjukan bahwa dirinya sudah pantas dianggap dewasa dan matang secara fisik. Dengan melakukan tradisi ini, mereka akan diakui sebagai lelaki pemberani dan telah memenuhi syarat untuk menikah. Karena saat ini perang adat sudah tidak pernah lagi terjadi, Hombo Batu kini diteruskan sebagai tradisi budaya dan salah satu bentuk ritual upacara, serta simbol budaya masyarakat Nias.


Sepuluh Urutan dan Tata Cara Pernikahan Adat Nias



SALAM NIAS YA'AHOWU….!!!

Baik saya akan  membahas salah satu Adat dari suku NIAS yang WAJIB dilakukan sebelum menjadi suami-istri yang disahkan.
Secara umum ada 10 Tata Urutan Pernikahan Adat NIAS, sebagai berikut:
 
pertama

Pemuda yang ingin mencari jodoh memilih secara diam-diam si gadis, karena adat melarang untuk berhadapan atau berbicara secara langsung dengan si gadis
• Istilah Mencari Jodoh ini disebut Famaigi Niha (Nias Barat, Laraga, Nias Tengah)
• Famakha Bale (Hilinawalo, Nias Selatan)
• Lobi-Lobi (Hilisimaetano, Bawomataluo, Aramo, Siwalawa)

Tahap mencari jodoh ini juga memakai cara :
a.Manandra Fangifi (Daerah Tuhegewo, Amandraya, Aramo) artinya melihat jodoh baik atau tidak dari mimpi si laki laki calon mempelai,atau
b.Famaigi todo manu (Lolowa’u) artinya melihat jodoh baik atau tidak dari pemeriksaan jantung ayam
Jika laki-laki telah menemukan jodohnya, maka melalui perantara istilahnya:
• Si’o (Telangkai)
• Balondrela
• Samatua’li
• Si’ila (Daerah To’ene/NISEL) menanyakan status gadis kepada HIWA (keluarga dekat si gadis) apakah sigadis belum terikat dan bersedia menerima pinangan lamaran.


Kedua



FAMATUA (Pertunangan)
Pihak laki laki menyampaikan lamaran secara resmi kepada pihak perempuan,tanda jadi peminangan diserahkan Afo si Sara, yakni :
* Tawuo = sirih
* Betua = kapur sirih
* Gambe= gambir
* Fino = pinang
* Bajo = tembakau

BOLA AFO
Semua bahan bahan ini dibungkus dengan baik,sebanyak 100 lembar sirih disusun berdempet. Inti acara ini adalah pertunangan secara resmi yang berlangsung di rumah pihak perempuan.Pertunangan tahap ini masih longgar yang istilahnya fohu-fohu bulu ladari (Diikat dengan dun ladari). Bisa batal tanpa resiko apapun.
• Istilah pertunangan ini disebut Famatua
• Famaigi bowo (Daerah Moro’o)
• Fame Laeduru yaitu tukar cincin (Daerah Laraga,Tuhegewo/
Amandraya, Aramo, Daro-Daro Balaeka)

Acara Famaigi Bowo dipandu oleh Satua Famaigi bowo (Pembawa acara) meliputi ::
- Penyerahan babi jantan hidup-hidup ukuran 7 alisi (50 kg)
- Penyerahan Afo si Sara (sirih) kira-kira 100 lembar,gambir 25 biji , tembakau 1 ons,pinang 20 biji,kapur sirih 1 ons, dibungkus dengan baik, dalam bungkusan diselipkan cincin belah rotan (suasa) untuk bahan tukar cincin, jika dipakai cincin emas dianggap menantang pihak perempuan tentang jujuran.
- Kepada pihak perempuan disampaikan maksud dan tujuan kedatangan,kemudian disambut oleh ketua adat pihak perempuan,setelah selesai lalu dilanjutkan makan bersama.


Ketiga

FANGORO (Kunjungan Kerumah Mertua)
Kunjungan calon penganten Pria kerumah calon mertua. Satu hari setelah Famigi bowo calon penganten laki datang ke rumah si perempuan membawa nasi dan lauk seekor anak babi yang telah dimasak, serta membawa seperangkat sirih.Penganten laki ditemani adiknya laki-laki.Dirumah si perempuan calon penganten pria disambut dengan seekor anak babi yang dipotong, sebagian dibungkus dibawa pulang untuk oleh-oleh.kepada orang tua laki-laki.

Keempat

FANEMA BOLA (Penentuan Jujuran)
Kunjungan pihak perempuan ke rumah pihak lelaki tanpa disertai penganten perempuan, hanya disertai saudara laki-laki si perempuan .Kedatangan pihak perempuan disambut dengan menambatkan 2 ekor babi besar (@50 kg) untuk dimakan bersama, babi dibelah sama rata.

Acara penghitungan jujuran ini disebut femanga bawi nisila hulu (artinya: seekor babi dibelah dua dari kepala sampai ekor; separoh untuk perempuan dan separohnya untuk lelaki, sebagai simbol kesepakatan,mempersatukan dua keluarga, tanda pertunangan tidak dapat dibatalkan lagi. Jika batal perempuan harus mengembalikan jujuran lipat ganda atau pihak pria tidak menerima jujuran jika batal sepihak oleh pria.
Acara ini disebut :
• Fanunu manu sebua (Daerah Laraga)
• Famorudu nomo (Moro’o)
• Fangerai bowo (Daerah Aramo,To’ene)
• Fanofu bowo (Bawomataluo)
• Mamalua angeraito bowo
Besarnya jujuran yang harus dibayar oleh pihak laki-laki berbeda menurut derajat sosial dan wilayah adatnya
Derajat sosial di daerah NIAS SELATAN terbagi atas :
1. Si’ulu (Kaum Bangsawan)
2. Si’ila (Kaum Cerdik Pandai)
3. Sato (Masyarakat Awam)


Derajat sosial di NIAS UTARA, TENGAH, BARAT terbagi atas:
1. Bosi si Siwa
2. Bosi si Walu
3. Bosi si Fitu

Kelima

FAMEKOLA (Pembayaran Uang Mahar)
Keluarga pria datang ke pihak perempuan untuk membayar mahar dengan membawa seperangkat sirih dan 10 gram emas.
Pihak perempuan menyambut dengan menyediakan 3 ekor babi, untuk :
1. Satu ekor untuk rombongan yang datang
2. Satu ekor untuk ibu pengantin pria
3. Satu ekor lagi dibawa pulang hidup-hidup

Keenam

FANU'A BAWI (Melihat Babi Adat)
Pihak perempuan datang melihat kedua ekor babi pernikahan, cocok atau tidak menurut persyaratan : Kedua ekor babi yang melambangkan kedua pihak keluarga ,dipelihara secara khusus sejak kecil hingga besarnya sekitar 100 Kg atau lebih,Babi tidak boleh cacat,ekornya mesti panjang,dan warna bulunya harus sama ,tidak boleh berwarna belang atau merah, warnya harus satu hitam atau putih.Babinya berwibawa ( terlihat dari taringnya,ekornya ,bulu tengkuknya ) Pada saat FANU’A BAWI Pihak pria menyediakan dua ekor babi untuk dimakan bersama dan saat pihak perempuan pulang diserahkan lagi 10 gram emas dan sebagian daging babi tadi.

Materi acara dalam Fanu’a Bawi adalah:
• Menentukan hari dan tanggal pernikahan (Falowa)
• Persiapan sehubungan perlengkapan pernikahan
• Menghitung/mengingatkan jumlah mahar yang masih belum dibayarkan
• Besar bowo (Mahar) ditentukan oleh tinggi rendahnya kedudukan dalam adat



Penerimaan Bowo adalah sebagai berikut:
a. Tolambowo (Orang tua kandung) menerima 100 gram emas
b. Bulimbowo (Famili terdekat) menerima 20 gram emas dan dibagi rata
c. Pelaksanaan penerimaan bowo ini dilakukan pada waktu pesta pernikahan

ketujuh

FANGA’I BOWO (Mengambil Beras Bantuan)
Pihak perempuan datang mengambil beras bantuan ke pihak pria untuk mengambil beras bantuan pada pesta kimpoi,tanda waktu pelaksanaan tidak berobah lagi.
Jumlah beras yang diambil adalah sebanyak = 4 Zoe + 2 Lauru
*Catatan :
1 Zoe = 14 Kaleng
1 Zoe = 10 Lauru
1 Lauru = 24 takaran
Takaran beras, gabah dan kacang. Dianyam dari batang tumbuhan jalar ‘Tutura atau Tura-tura. Volumenya: 7500 gram beras. Tinggi 24,2 cm dengan diameter lingkaran 28,1 cm.

Jenis Takaran:
1. Takaran/Tetehösi, Idanögawo Volumenya: 1500 gram beras, Tinggi 15,5 cm, diameter 16,7 cm.
2. Takaran/Ambukha, Nias Tengah Volumenya: 375 gram beras, Tinggi 9,8 cm, diameter 9,7 cm.
3. Takaran/Ambukha, Nias Tengah Volumenya: 500 gram beras, Tinggi 10,4 cm dan diameter 10,85 cm.
4. Takaran/Lölö’ana’a, Nias Tengah Volumenya: 750 gram beras, Tinggi 16,8 cm dengan diameter 11 cm.

Kedelapan

FAME’E (Nasehat Untuk Calon Mempelai)
3 Hari sebelum pernikahan dilakukan upacara fame’e (tuntunan cara hidup untuk berumah tangga). Calon pengantin pria ditemani teman-temannya (Ortu tidak ikut) datang ke rumah perempuan membawa seperangkat sirih. Para ibu-ibu pihak keluarga perempuan menasehati sang gadis, biasanya si gadis menangis (Fame’e = menangisi sigadis, karena akan pisah dengan keluarga). Mulai saat fame’e dibunyikanlah gong (Aramba) dan gendang (Gondra) terus menerus, sampai hari pesta dilaksanakan. Sang gadis pun dipingit, untuk menjaga kesehatan dan kecantikannya.
Dalam adat NIAS, peran Paman sangat dihormati (Paman = Sibaya/Saudara laki - laki ibu si gadis) sebelum pernikahan dilangsungkan, maka pihak perempuan melaksanakan Fogauni Uwu (Mohon doa restu Paman untuk pelaksanaan pernikahan mendatang).

Kesembilan

FOLAU BAWI (Mengantar Babi Adat)
Sehari sebelum pernikahan, pihak laki-laki mengantar kedua ekor babi pernikahan dan seekor pengiringnya ke rumah keluarga perempuan. Ke-2 Babi Adat ini diberangkatkan dari rumah keluarga laki-laki dengan upacara tertentu, dan disambut oleh pihak perempuan juga dengan upacara tertentu dengan syair yang berbalas-balasan.Kedatangan rombongan pihak laki-laki disambut dengan memotong dua ekor babi yang dimakan bersama juga untuk dibawa pulang.
Acara ini disebut Fondroni Bawi, dengan rincian pembagian Babi Adat adalah sebagai berikut :
- Babi yang pertama: yang paling besar untuk keluarga perempuan (So’ono) dan pihak paman si gadis (Uwu)
- Babi yang kedua, diperuntukkan bagi warga kampung keluarga si gadis (Banua) dan pihak laki-laki (Tome)

Menguliti dan memotong-motong babi ternyata tidak bisa dilakukan oleh sembarangan orang. Babi yang paling besar jatuh pada keluarga yang paling dihormati oleh keluarga yang menyelenggarakan pesta, demikian seterusnya hingga babi yang paling kecil.. Yang paling sulit adalah melepas rahang (simbi), karena simbi tidak boleh rusak. Simbi adalah bagian paling berharga dari babi.Cara memotong-motong daging babi di Nias dipotong secara teratur dan mengikuti pola yang nampaknya sudah lazim di sana.
1. Pertama, melepas bagian simbi.
2. Kedua, membelah babi dari mulai ujung hidung, sebelah telinga, hingga ekor yang disebut söri.
3. Ketiga, membagi bagian perut dari söri dengan menyertakan sedikit telinga yang disebut sinese.
4. Keempat, membagi rahang atas menjadi dua, yang mereka sebut bole-bole.
5. Kelima, memotong kaki belakang, disebut faha.
6. Keenam, memotong kaki depan yang disebut taio. Semua babi dikuliti dan dipotong-potong dengan cara yang sama, lalu dibagikan kepada hadirin, kerabat, dan tetangga sesuai stratanya masing-masing.

- Simbi adalah haknya ketua adat atau orang yang paling dihormati.
- Söri adalah haknya ketua adat, para paman, mertua, dan ketua rumpun keluarga.
- Sinese adalah haknya ketua adat, adik atau kakak laki-laki, tokoh agama, dan tokoh pemerintah.
- Bole-bole adalah haknya ketua adat, ketua rumpun keluarga, dan salawa.
- Faha adalah haknya keponakan dan anak perempuan.
- Taio diberikan khusus untuk para pemotong.
  Menurut adat, pihak FADONO (Saudara wanita dari penganten perempuan) berhak menerima salah satu    Ta’io (Kaki depan) yang dipotong dalam upacara itu

Kesepuluh

FALOWA (Pesta Pernikahan)
Acaranya :
• Pada hari pernikahan Paman datang dan disambut dengan memotong dua ekor babi penghormatan
• Rombongan penganten Pria datang:membawa keperluan Pesta
• Menyerahkan sirih tanda penghormatan
• Penyelesaian bowo untuk . Tolambowo ( orang tua kandung ) menerima 100 gram emas dan Bulimbowo
• Famili terdekat menerima 20 gram emas dan dibagi rata ke semua.
• Demikian juga io naya nuwu (Mahar untuk Paman) juga turut dibayarkan.
• Puncak acara dilaksanakan FANIKA GERA’ERA (MEMBUKA PIKIRAN) yaitu perhitungan kembali semua mahar (Jujuran/bowo atau disebut juga boli gana’a *Boli : Harga - ana’a ; emas) baik yang sudah maupun yang belum dilunasi,oleh pihak keluarga laki-laki. Arti bowo adalah: Budi Baik.
Biasanya selalu ada sebagian dari jujuran itu yang belum dilunasi,sering dihiasi dengan pepatah: ”Hono mbowo no awai, hono mbowo lo sawai” (Artinya Ribuan jujuran sudah dilunasi,ribuan jujuran belum terlunasi) Oleh Ketua adat pihak perempuan, nasehat diberi kepada penganten pria , antara lain diberitahukan tentang hutang adat yang harus dipenuhi ,nasehat kewajiban suami kepada isteri,nasehat sebagai menantu kepada mertua,sebagai anggota suku.Selesai diucapkan nasehat itu, punggungnya diketuk (Pelan ) (1x) sekali.
Demikianlah dilakukan berulang-ulang,selesai upacara ucapan nasehat.Jika nasehat ini tidak dihiraukan
 (penganten laki dalam posisi duduk di lantai ) , maka ia diwajibkan melunasi dulu jujuran yang belum terlunasi, dan jika penyelesaian pembicaraan fanika gera’era tidak selesai , maka pesta bisa ditunda atau dibatalkan sama sekali.

Selesai acara diatas, dilanjutkan dengan acara pemotongan Babi Adat, yang dipotong dengan cara :
BABI DIBELAH DARI KEPALA SAMPAI EKOR ATAS 2 BAGIAN, untuk :
1 bagian orang tua si gadis dan keluarga si gadis (So’ono)
1 bagian untuk teman sekampung si gadis (Banua)
1 bagian untuk orang tua laki laki dan rombongan (Tome)
1 bagian untuk Paman si gadis (Uwu)

Menguliti dan memotong-motong babi ternyata tidak bisa dilakukan oleh sembarangan orang. Babi yang paling besar jatuh pada keluarga yang paling dihormati oleh keluarga yang menyelenggarakan pesta, demikian seterusnya hingga babi yang paling kecil. Yang paling sulit adalah melepas rahang (Simbi), karena simbi tidak boleh rusak. Simbi adalah bagian paling berharga dari babi.Cara memotong-motong daging babi di Nias dipotong secara teratur dan mengikuti pola yang nampaknya sudah lazim di sana.
1. Pertama, melepas bagian simbi.
2. Kedua, membelah babi dari mulai ujung hidung, sebelah telinga, hingga ekor yang disebut söri.
3. Ketiga, membagi bagian perut dari söri dengan menyertakan sedikit telinga yang disebut sinese.
4. Keempat, membagi rahang atas menjadi dua, yang mereka sebut bole-bole.
5. Kelima, memotong kaki belakang disebut faha.
6. Keenam, memotong kaki depan yang disebut taio. Semua babi dikuliti dan dipotong-potong dengan cara yang sama, lalu dibagikan kepada hadirin, kerabat, dan tetangga sesuai stratanya masing-masing.


SEKIAN DARI SAYA MOHON DIMAKLUMI MASIH  BELAJAR SEMOGA BERMANFAAT
FRANSISKUS MANAO . Diberdayakan oleh Blogger.

Total Pageviews

Cari Blog Ini

Facebook  Twitter  Instagram Yahoo

Followers

Translate

random posts

Selamat Datang di blog saya fransiskus_manao